Duhai hati yang terkunci mati
Mengapa tidak di diaminya dengan belas
kasih?
Agar ia terus mekar dibasahi rasa cinta dan
sayang
Meneliti dan merasai keperitan yang
tercipta disekitarnya
Disana wujud seorang anak kecil
Sungguh luar biasa darah mudanya
Mainannya hanyalah senjata dan batu
Melempar kerikil kecil kearah parasit
penjajah dibumi tercintanya
Demi mempertahankan maruah kehidupan
Disana juga wujud adik kecil bertemankan
tangisan darah
Meratapi kehidupan ibunda yang berakhir
dimedan perang
Berlumuran darah dan dendam
Apa yang tinggal? Apa yang diwariskan?
Hanyalah sekeping memori indah dihari-hari
dahulu
Kini dia keseorangan bak anak ayam
kehilangan ibu
Masih berkisarkan anak kecil
Yang masih merah kulitnya,
Dililit kemas tali pusatnya,
Bertemankan si lalat hitam berkilat
Sungguh asyik menari-nari diatas ‘bangkai’
badannya
Jadi soalnya, dimana kau dimana dia?
Kau gah di Istana, dia pedih di neraka
Kau girang di mahligai, dia sunyi di muara
Kau bertemankan ayah bonda
Dia ditinggalkan keluarga
Kau menangisi drama di kaca telivisyen
Dia menangisi drama kehidupannya
Kau puas kekenyangan
Dia puas kelaparan
Kau ditemankan mainan
Dia pula bertemankan senjata
Oh hanya saja kau peduli akan mereka
Mengirim sepucuk doa rahmat
Mengingati mereka dalam hari-hari hidupmu
Andai saja kau bisa menghulurkan dua tiga
butir berasmu
Agar mereka bisa jua merasai kehidupan yang
didiamimu
Mereka dahagakan kasih, kau dimanjakan
sayang
Jadi mengapa tidak berbahagi kasih itu agar
mereka turut tertawa bersamamu
Wahai diri, pedulikah kau akan nasib
mereka?
hakim.halim